Ketika berita KDRT melibatkan selebritas terkuak, dua hal yang sering kali terjadi: sorotan tajam pada pelaku dan, sayangnya, gelombang victim blaming terhadap korban. Komentar seperti “Mungkin dia juga bersalah,”,” “Kenapa tidak kabur saja dari awal?”, atau “Itu urusan rumah tangga mereka” masih sangat mudah ditemui di kolom komentar berita.
Fenomena ini viral karena menunjukkan betapa stigma dan pemahaman yang keliru tentang KDRT masih kuat di masyarakat. Banyak yang tidak memahami siklus kekerasan dan kompleksitas psikologis yang membuat korban sulit keluar, seperti rasa takut, ketergantungan ekonomi, trauma bonding, atau ancaman yang lebih besar.
Kasus artis ini seharusnya menjadi momentum edukasi publik. KDRT adalah kejahatan, bukan aib keluarga. Dukungan yang korban butuhkan adalah penguatan, bukan pertanyaan yang menyudutkan. Artikel ini juga mengingatkan pentingnya peran Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Komnas Perempuan, dan ruang aman bagi korban untuk bicara.
Dengan memahami ini, diharapkan masyarakat dapat bergeser dari budaya menyalahkan ke budaya mendukung, dan korban manapun, baik artis maupun bukan, berani bersuara tanpa takut dihakimi.
Grafik harga emas yang terus menanjak menjadi perbincangan hangat di kalangan investor dan masyarakat umum.…
Proyek megah pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, IKN Nusantara, terus menunjukkan progres fisik yang…
Gaya hidup sustainable kini tidak lagi sekadar wacana, tetapi telah menjadi aksi nyata, terutama di…
Dunia Maya – Tren terbaru yang sedang melanda anak muda Indonesia adalah memiliki "teman" virtual…
Jakarta – Kabar mengejutkan datang dari pasangan selebriti yang kerap dipandang sebagai pasangan sempurna, Lesti…
Seluruh Indonesia – Meski hari raya Idul Fitri masih beberapa minggu lagi, gelombang "pulang kampung"…