
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja, termasuk terkait batasan maksimal luas lahan perkebunan, menuai polemik baru. Pemerintah merespons dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang tata cara pengenaan sanksi administratif, yang di dalamnya mengatur izin ekspor CPO dan turunannya.
Aktivis lingkungan dan pengawal putusan MK menuding PP ini sebagai bentuk “pengakalan hukum” (legal loophole). Mereka khawatir aturan baru ini justru mempermudah perusahaan sawit yang memiliki lahan melebihi batas (karena dianggap melanggar sebelumnya) untuk tetap bisa mengekspor, dengan hanya membayar denda administratif, alih-alih melakukan reformasi agraria atau perbaikan lingkungan sebagaimana semangat putusan MK.
Pemerintah beralasan aturan ini diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mengingat CPO adalah komoditas ekspor andalan. Tarik-menarik antara kepentingan ekonomi jangka pendek (devisa, lapangan kerja) dengan komitmen lingkungan dan keadilan agraria jangka panjang kembali terjadi.
Polemik ini menguji komitmen pemerintah dalam menjalankan putusan MK secara substantif, bukan hanya formalitas. Masyarakat sipil mendesak transparansi dan pengawasan ketat terhadap implementasi PP ini, agar tidak menjadi “jalan belakang” bagi perusahaan nakal.


